Pernah buka website resmi lalu nyasar ke “entah nyasar ke-mana”?
Kalau iya, selamat — kamu nemu contoh klasik website mati suri. Di era serba online, masih banyak perusahaan dan instansi pemerintah yang membiarkan situs mereka terbengkalai: tampilan lawas, berita terakhir puluhan tahun lalu, atau notifikasi “sedang dalam perbaikan” yang tak kunjung diperbarui.
by.watgawoh
Sabtu, 30 Agustus 2025
Kenapa Bisa Gitu?
Ada beberapa alasan klasik kenapa website suka jadi “anak tiri”
- Nggak ada yang ngurus. Sering dibuat sekali lalu ditinggal.
- Mindset: yang penting punya. Website dianggap checklist—siap, selesai, lalu lupa.
- Anggaran tipis. Maintenance dianggap beban, bukan investasi.
- Lebih fokus ke medsos. Update cepat di Instagram/FB bikin web jadi prioritas terakhir padahal web lebih resmi.
Dampaknya Apa?
- Kelihatan nggak profesional. Bayangin calon investor buka web, terus nemu konten jadul — kepercayaan bisa menurun.
- Kesempatan hilang. Website idealnya jadi alat branding dan layanan digital; kalau mati, audiens pergi.
- Jadi bahan bercandaan. Nggak sedikit situs resmi yang kena sindir di medsos karena info nggak relevan.
Harusnya Gimana?
Nggak perlu solusi ribet. Yang penting ada niat merawat:
- Update berita/kegiatan secara berkala (minimal sebulan sekali).
- Pasang tim kecil—bisa 1 orang—yang konsisten ngurus konten dan teknis.
- Integrasi website ke kanal medsos supaya trafik gampang mengalir.
- Sisihkan sedikit anggaran untuk hosting, keamanan, dan perbaikan.
Website mati suri itu bukan cuma soal teknis — ini soal mindset. Jangan sampai aset digital jadi pajangan.
Yuk, rawat website kita. Jangan sampai cuma hidup segan, mati pun ogah.
Butuh versi singkat untuk medsos?
Saya bisa bikin caption pendek (LinkedIn/Facebook) atau gambar kartu share (OG image) — bilang aja mau yang mana.